- Cegah Perkawinan Dini, Disduk-P3A Teken MoU dengan Pengadilan Agama Indramayu
- Seleksi JPT, Sekda: Buktikan ASN Berjiwa Kompetitif dan Profesional
- Semen Jawa dan PT Tambang Semen Sukabumi Masuki Babak Baru SCG ESG 4 Plus
- PT Piaggio Indonesia Buka Dealer ke-3 di Bali
- Dibina TNI, Petani Sawahlunto Berhasil Panen di Lahan Bekas Tambang
- Jelang PON, Tim Monev KONI Gelar Rapat Persiapan
- Kejati Terima Audiensi DPW IMO Indonesia Riau
- Gerak Cepat, Hendri Septa Meninjau Korban Banjir
- Lihat Warganya Kecelakaan, Bupati Indramayu Segera Beri Pertolongan
- Persibangga Ikuti Piala Suratin U-15 Untuk Pertama Kalinya
Implikasi Negatif Korupsi Sebagai Extraordinary Crime Terhadap Penjaminan Hak Asasi Manusia

Pendahuluan
Korupsi sebagai extraordinary crime
jelas-jelas berdampak negatif terhadap penjaminan hak asasi manusia secara
keseluruhan–sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya, serta hak-hak lain yang
kemudian menggarisbawahi sifat hak asasi manusia yang tak terpisahkan dan
saling berimplikasi satu sama lain.
Dampak terhadap perwujudan hak asasi
manusia yang murni tergantung pada tingkat perbedaan bentuk, jenis, serta
tingkatan dari korupsi itu sendiri. Hal tersebut secara langsung mempengaruhi
implementasi hak asasi manusia dengan secara umum menghambat aktualisasi dan
tindakan aktif serta preventif yang coba untuk diupayakan.
Baca Lainnya :
- Polda Kalbar Beri Dukungan Psikososial Anak Terdampak Covid-19
- Pemprov Bengkulu Antisipasi Fenomena La Nina
- Atlet PON Sumbar Asal Sawahlunto Diarak Keliling Kota dan Terima Reward
- RAPI Purbalingga Memiliki Sub Kegiatan Sosial
- Waspadai Dampak La Nina, Purbalingga Mulai Siaga Bencana
Korupsi di ruang publik dan privat dan
hasilnya tidak terbatas dalam batas-batas negara, juga tidak berdampak pada hak
asasi manusia. Ini biasanya mengalihkan dana dari anggaran negara yang
seharusnya didedikasikan untuk pemajuan hak asasi manusia. Oleh karena itu, hal
ini melemahkan kewajiban hak asasi manusia suatu Negara untuk memaksimalkan
sumber daya yang tersedia untuk realisasi progresif dari hak-hak yang diakui
dalam pasal 2 Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Korupsi jelas jelas merusak kredibilitas
suatu lembaga atau instansi tidak peduli itu pemerintah ataupun swasta,
sehingga secara langsung menggerogoti legitimasi rezim berkuasa yang pada
akhirnya berujung pada dekadensi dukungan dan kepercayaan publik terhadap
lembaga negara dan pemerintah.
Korupsi secara aktif berkontribusi pada
menurunnya kemampuan negara dalam upayanya melindungi dan memenuhi kewajiban
hak asasi manusia terhadap warga negara seperti peningkatan pelayanan publik
yang relevan, peradilan yang adil dan objektif, penegakan hukum yang fair,
kesehatan, pendidikan, hingga layanan sosial sekalipun.
Bisa dikatakan bahwa ketika korupsi sudah
mengorupsi suatu negara dan sistem hukum serta pemerintahannya, aspek aspek
seperti penegakan hukum, reformasi, dan administrasi publik yang adil akan
terhalang oleh tindakan terstruktur, sistematis dan masif dari ASN, politisi,
hakim, pengacara, jaksa, atau polisi yang korup.
Lantas, pertanyaan besar yang muncul atas
permasalahan yang kompleks ini adalah dampak seperti apa yang akan timbul
terlebih pada bagian-bagian yang rentan akan realitas sosial seperti anak-anak,
perempuan, orangtua, masyarakat adat, dan lainnya. Kelompok-kelompok yang
kurang beruntung dan orang-orang yang rentan menderita secara tidak
proporsional dari korupsi. Mereka seringkali lebih bergantung pada layanan
publik dan barang publik dan memiliki sarana yang terbatas atau tidak ada sama
sekali untuk mencari layanan swasta alternatif. Sektor masyarakat yang kurang
beruntung biasanya memiliki lebih sedikit kesempatan untuk berpartisipasi
secara berarti dalam desain dan implementasi kebijakan dan program publik.
Mereka sering kekurangan sumber daya dan pengetahuan untuk mencari ganti rugi
dan pemulihan.
Studi terbaru juga menunjukkan korelasi yang kuat antara korupsi, kemiskinan, dan ketidaksetaraan. Literatur cenderung setuju bahwa segmen penduduk termiskin adalah mereka yang paling menderita akibat korupsi, karena mereka cenderung lebih rentan terhadap suap pemerasan dan jumlah suap mewakili bagian yang lebih tinggi dari pendapatan mereka.
Pembahasan
Prinsip dan institusi hak asasi manusia
adalah suatu komponen penting dari strategi anti korupsi yang berhasil dan
berkelanjutan. Upaya penerapan sikap dan kaidah kaidah anti korupsi akan lebih
efektif jika kita dan sistem yang ada terlebih implementasi yang dilakukan oleh
pemerintah, memfokuskan permasalahan kasus korupsi sebagai perspektif
problematika yang sistemik dan masif daripada hanya melihatnya sebagai output
tindakan oknum, individual, yang penyelesaiannya berpusat pada pemberantasan
normatif semata. Pendekatan yang menjadikan hak asasi manusia sebagai landasan
dasar terhadap kasus korupsi tentunya membutuhkan strategi yang komprehensif
untuk inisiasi dan eksekusi institusi yang efektif, undang-undang yang secara
hukum dan segala aspek bersesuaian, tata pemerintahan yang baik, hingga
partisipasi dari semua pemangku kebijakan.
Peninggian hak asasi manusia terhadap
kampanye anti korupsi berarti menempatkan hak dan tuntutan hak asasi manusia
secara universal terhadap setiap lapisan dan setiap individu manusia tanpa
terkecuali sebagai 'pemegang hak' secara absolut dan negara 'mengemban tugas'
berupa kebijakannya untuk kemudian mengintegrasikan prinsip-prinsip hak asasi
manusia termasuk jaminan tidak adanya aktivitas yang berbau diskriminasi,
hingga menjamin bahwa segala bentuk partisipasi dapat tersalurkan, menjunjung
tinggi akuntabilitas, bersifat transparan, dan secara political will melakukan
supremasi terhadap hukum yang ada dan yang akan diterapkan.
Selain hak asasi manusia berperan sebagai
subjek yang akan kita selamatkan dalam segala upaya melawan korupsi, hak asasi
manusia pun juga memiliki peran yang tak kalah penting dalam pemberantasan
korupsi itu sendiri. Hak-hak tersebut dapat berupa hak untuk memperoleh
informasi, kebebasan berekspresi, berkumpul, berpendapat, dan berserikat,
peradilan yang objektif dan independen, serta partisipasi aktif publik dalam
formulasi kebijakan.
Pendekatan terhadap permasalahan korupsi
yang didasarkan atas penegakan hak asasi manusia jelas membuat upaya
pemberantasan korupsi menjadi jauh lebih efektif dan berkelanjutan terhadap
kasus kasus yang berbagai macam rupanya. Hal tersebut di waktu yang bersamaan
membantu kita dalam mengidentifikasi sebenarnya siapa saja yang dirugikan atas
tindakan korupsi, siapa yang memiliki kewajiban khusus untuk menangani praktik
korupsi, bagaimana merancang tindakan reparatif, serta melalui hak asasi
manusia itu sendiri yang bersifat global dan universal.
Sudah saatnya lembaga negara dan institusi
internasional terkait pemberantasan kasus korupsi mempertimbangkan upaya-upaya
yang menitikberatkan pada usaha yang bersifat sistematis terhadap korupsi dan
kaitannya dengan hak asasi manusia terlebih program struktural yang
mengesampingkan asumsi bahwa korupsi merupakan masalah yang terbatas pada
individual saja dan hanya berdampak pada keuangan negara secara sempit.
Sudah semestinya lembaga pemberantas
korupsi nasional, internasional, serta negara secara keseluruhan
mempertimbangkan untuk memberikan perhatian khusus pada bagaimana korupsi
secara nyata mempengaruhi hak asasi manusia.
Opini, pendapat, serta evidence yang
disampaikan baik atas nama individu atau kelompok yang mengaku sebagai korban
pelanggaran hak asasi manusia yang disebabkan oleh korupsi sudah saatnya harus
dipertimbangkan dengan mengesampingkan opini bahwa hal tersebut hanya berujung
pada penyelesaian normatif yang terkesan seremonial, mengingat tingginya
tingkat kesulitan untuk memberikan bukti yang relevan dengan pendekatan
hubungan sebab akibat antara korupsi dan pembelaan hak asasi manusia.
Kesimpulan
Sudah seharusnya, setiap pihak yang turut
serta dalam penguatan fundamental integritas dan sikap anti korupsi memberi
pertimbangan untuk kemudian mengadopsi komentar umum tentang korupsi dan hak
asasi manusia tanpa sedikitpun melihatnya sebagai suatu yang idealis dan tak
substantif.
Menyelaraskan upaya anti korupsi dengan
pemajuan dan perlindungan HAM berpotensi menciptakan sinergi dan keuntungan
yang bersifat timbal balik. Kita memerlukan peningkatan sinergitas antara upaya
pemerintah untuk mengimplementasikan aksi aksi yang menentang extraordinary
crime korupsi, dan hak asasi manusia secara internasional dan terstruktur. Hal
ini tentu membutuhkan penguatan koherensi kebijakan dan kolaborasi antara
proses antar pemerintah dan masyarakat sipil secara total dan berkepercayaan
satu sama lain.
Hanif
Restian Pratikno
Universitas
Andalas
2021
